Tuesday, May 02, 2006

Pendidikan Anak (1)

Hari ini, 2 Mei 2006 di Indonesia diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Minggu depan tanggal 14 Mei tepatnya... di Jerman diperingati sebagai Hari Ibu. Sedikit cerita dari pengalaman sebagai anak dulu, sebagai ibu dan pendidik sekarang.

Dulu sebagai anak... hari Pendidikan Nasional adalah hari dimana saya harus upacara. Pernah sekali waktu kelas 5 dan 6 SD saya ikut mewakili sekolah untuk senam masal yang diikuti wakil dari seluruh sekolah dasar di Kabupaten Jombang. Masih terbayang banyaknya anak-anak memenuhi sealun-alun Jombang. Ribut? pasti.. !!!! namanya juga anak-anak... lari sana sini, ingin minum, capek, panas.... mewarnai hari-hari latihan itu. Senamnya bagus, kompak dan bisa dikatakan sukses. Karena sukses itu 2 tahun berturut-turut diadakan senam masal dalam rangka HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 Mei.

Sekarang... saya cuma bisa mengenangnya. Acungan jempol (4 jempol kalau bisa... hehehe...) buat penata senam masal itu. HEBAT!!! Mengkoordinasi anak-anak sebanyak itu... saya yakin saya sendiri tidak akan mampu. Sebegitu sabarnya para guru mengajari dan mengkompakkan pelajar SD yang satu dengan yang lain, membuat kami saling mengenal satu dan lain, hingga suksesnya acara tersebut.

Ntah bagaimana sekarang hari Pendidikan Nasional diperingati. Sebagai ibu, saya merasa mendidik anak jauh lebih punyeng daripada bikin program numerik :D Dunia modelling yang saya tekuni hingga sampai lulus Doktor sekalipun rasanya masih bisa saya atur sedemikian rupa hingga akhirnya berhasil. Mendidik anak? Duhhh.... Pernah (jujur dengan sedikit menyesal hehe...) saya bertanya pada diri sendiri, untuk apa ya saya sekolah tinggi-tinggi tapi ternyata tidak bisa mendidik anak? Tapi alhamdulillah pertanyaan itu terjawab sendirinya dan saya bersyukur bisa sekolah tinggi untuk mendampingi anak juga dikemudian hari.

Mendidik anak kadang bikin deg-degan sendiri, tidak semudah diatur begitu saja. Kadang dia membanggakan kita, kadang dia bisa membuat miris kita. Di usianya yang ke-6, Bilah menginjakan kakinya ke Jerman. Di negara yang begitu terbuka ini banyak hal yang makin membuat kami ekstra ketat mendidik anak, namun di bagian lain ekstra locker (gampang ditangani).

Sekolah bukan masalah di Jerman. Setiap anak harus bersekolah. Saat itu sekolah gratis untuk anak-anak. Bahkan saat kelas 1 dan 2, buku dan alat tulis pun diberikan gratis, meski beberapa peralatan masih harus dibeli sendiri. Tahun berganti, kelas 3 SD, sistem pendidikan dan perekonomian di Jerman pun mengalami perubahan. Untuk anak-anak kelas 1-4 di Hamburg wajib membayar buku sebesar 50euro/tahun (sekitar 500ribu rupiah) untuk buku pelajaran dan buku-buku latihan, 80euro/tahun untuk kelas 5-8, dan 100euro/tahun untuk kelas 9-12. Tidak ada pungutan lainnya. Walaupun banyak orang Jerman 'menggerutu' soal ini, bagi kami sendiri masih merasa bersyukur, begitu murahnya pendidikan kalau dibandingkan di Indonesia.

Saat Dika (anak kakak saya di Jakarta) mau masuk ke SD Al Azhar mereka harus membayar biaya masuk 12 juta rupiah... belum termasuk buku pelajaran dan lainnya. Itu kalau mau bagus (katanya....), bagaimana kalau sekolah biasa di SD negeri? Dulu Bilah sekolah di SD Negri Merdeka 5. SPPnya 35ribu/bulan, ditambah 350ribu uang bangunan. Belum termasuk uang buku pelajaran dan alat tulisnya. Ditambah lagi... setiap mau ulangan ada aja tarikan sekian ribu, sekian puluh ribu, dsb... untuk foto copy, untuk kertas ini, itu... Hmmm...

Belum lagi soal materi dan metode penyampaian materi oleh sang guru. Ntah kenapa rasanya anak lebih mudah menerima ilmu dari ibu gurunya di sini? Sampai saat ini saya masih mengamati terus bagaimana sistem penyampaian pendidikan anak itu khususnya untuk anak-anak setingkat sekolah dasar. Insya Allah sebagai ajang perbandingan nantinya di Indonesia, walaupun saya bukan guru sekolah dasar.

Buat Bilah.... rasanya 'santai' aja dia mengikuti semua pelajarannya. Dan ilmu yang didapat tidak hanya soal matematika dan bahasa, tapi juga ilmu kesehari-harian seperti yang paling sederhana memasak, merajut, sampai hal-hal kecil misalnya sayuran apa yang disimpan di lemari es dan mana yang tidak, mengapa disimpan disana, bahan apa yang ada di dalam makanan ini dan itu. Seorang anak teman saya saat disuruh ibunya memasukan belanjaannya memasukan semua barang ke freezer tanpa melihat apa itu daging atau sayuran... alhasil paprika membusuk ketika dikeluarkan dari freezer.... hehehe... Kalau saya tertawa, karena saya yakin tidak ada pelajaran soal itu di Indonesia. Saya juga tahunya dari berjalannya waktu, melihat pengalaman orang, dsb... bukan seperti Bilah yang sudah dijelaskan sedetail mungkin mengenai itu.

( ---- tertunda ya... dilanjutkan kemudian ----- )

7 Comments:

At 8:51 AM, Anonymous Anonymous said...

Emang mbak...pendidikan anak di Indonesia..kalau mau bagus ya mahal..:-(

Sediiih..

Dulu waktu tinggal di Brisbane, Australia..walaupun Shafiya waktu itu masih baby..saya sudah sering mengamati pendidikan mereka liwat acara pendidikan di TV...sungguh memancing kreatifitas dan yang paling penting..mereka mengajarkan life skill!!
Memasak, menjahit..

Nggak kayak kita di Indo...OK...menteri penerangan namanya Bpk..Bla..Bla..bla... Menteri ekonomi namanya bpk bliblibli...

Nah..padahal tiap ganti kabinet ganti menteri...:-(

Ah..kasihan anak2ku di Indo...bisa penuh dengan data smog otak mereka...:(

Salam kenal !

Bunda SHafiya

http://keluargazulkarnain.blogspot.com

 
At 4:13 PM, Blogger Unknown said...

Yah .. kadang kalo ngebandingin Indonesia ama negara lain, emang banyak ketinggalannya. Belum lagi korupsinya yang bikin dada sesek. Bersyukurlah mereka yang dikasi kesempatan buat menyekolahkan anak2nya di LN. Kita cuma bisa berharap semoga di masa mendatang Indonesia bisa lebih baik dalam segala hal.

 
At 4:19 PM, Anonymous Anonymous said...

sama2 mbak put, dinda juga seneng banget kemaren itu... lain kali kalo ada libur boleh rame2 nginep di saya lagi... mumpung cuaca lagi enak nih..

 
At 10:08 PM, Anonymous Anonymous said...

bisa bayangin gak sekolah gratis di Indonesia (yg dikembangkan pemerintah loh .. tidak termasuk yang dikembangkan LSM/NGO)

sekolah gratis = mutu ya .. ehm .. malu ngomongnya .. :)

 
At 1:48 AM, Anonymous Anonymous said...

iya mbak soal kecil2 ini saya masih suka terheran2. pada saat seumur mreka ngerti apa coba soal penyimpanan. disini klo ditanya kenapa begini begitu mreka bisa menjelaskan secara sederhana.


+++ tika

 
At 8:45 AM, Blogger Inayah said...

anak-anak malah kadung "benci" sama pendidikan di indo, soale waktu di singapore aku masukin sekolah Indo, yg kurikulumnya sama ma Indo, wah..pada bete abis,pada gak betah, dan stressnya itu loh...

 
At 1:42 PM, Blogger Noenoe said...

gimana lagi ya mbak,...ingat aja lagu : dari sabang sampe merauke,...ujung-ujungnya kan: itulah indonesia,..kalo sekolah bagus, murah ya bukan indonesia namanya,...

 

Post a Comment

<< Home