Wednesday, March 11, 2009

Komunikasi

Ketika komunikasi mahasiswa dan dosen terhambat, maka faktor yang terlihat kurang penting dapat menjadi hambatan utama.

Komunikasi

Ya... cara orang berkomunikasi tentunya sangat penting. Mulai dari bagaimana mengemukakan pendapat, berdiskusi dan sebagainya. Namun seringnya dalam penerimaan mahasiswa baru faktor cara berkomunikasi ini kurang diperhatikan. Selalu yang diutamakan adalah nilai, mulai dari IP, nilai TOEFL atau nilai TPA.

Khusus untuk mahasiswa S3 satu lagi hal yang penting diperhatikan adalah cara berkomunikasi dengan pembimbing. Berkomunikasi disini bisa dalam hal berdiskusi yang baik, diskusi apa saja baik materi pelajaran dan penelitian, maupun berbincangan kehidupan sehari-hari.

Saya masih ingat saat bulan-bulan pertama di Hamburg dulu. Stress? Pernah. Kenapa? Saat itu yang saya sadari... saya pernah beberapa hari tidak bicara ke satu orang pun. Udah pernah mengalami seperti itu? Wahh ternyata stress juga tidak mengucap satu katapun dalam beberapa hari. Kenapa bisa seperti itu? Saat itu di Hamburg saya belum mempunyai teman Indonesia. Kalau toh ada belum terlalu dekat, komunikasi jarang. Sementara dengan orang Jerman yang ada di sekitar? Wahh saya tidak berani berkomunikasi.

Melihat keadaan itu... untungnya Peter mengerti benar. Dia mengajak saya ke GKSS cari data dan sekaligus jalan-jalan melihat sekeliling Hamburg. Dalam perjalanan itu saya ingat benar, dia memberi semacam wejangan, bahwa komunikasi itu penting. "Kita beda budaya, orang Jerman hampir tidak pernah memulai pembicaraan kepada orang asing. Sementara kamu orang asing merasa canggung memulai pembicaraan. Kalau seperti itu terus, kamu yang tinggal di negara asing ini pasti akan merasa terkucilkan, akhirnya kamu sendiri yang bisa rugi. Padahal maksud kami tidak seperti itu. Jadi mulailah buka pembicaraan.... ntah hanya say hello..., schönes Wetter ja (cuaca cerah ya), atau pembicaraan yang kecil-kecil." Bener Peter. Sepertinya saya memang stress gara-gara tidak bicara ke satu orang pun.

Sepertinya sejak itu saya mulai sering membuka pembicaraan kepada siapa saja yang sering saya temui. Di asrama... saat ketemu teman-teman lain di dapur atau meja makan, di institut tempat saya bekerja, atau setiap ada kesempatan ngobrol,... usahakan untuk membuka pembicaraan, dan tentunya paling sering berkunjung dan berbincang-bincang dengan Peter dan teman lainnya segrup di Institut. Ah ya.. bener kata Peter, akhirnya saya lebih tenang, gak stress lagi, dan.... makin banyak lho orang yang mau mengajak saya ngobrol dan berdiskusi.

Kenapa ingat hal seperti itu? Kemarin sempat ketemu salah seorang mahasiswa S3. Sepertinya dia mulai stress dengan proposal yang harus disusunnya, sementara sang pembimbing sebagai orang-orang penting, tentu saja sibuk. Sebenernya sang promotor sering menyarankan dia untuk datang dan berdiskusi, tapi sepertinya sang mahasiswa yang bingung cara berkomunikasi. Akhirnya mahasiswa jarang datang karena bingung apa yang mau didiskusikan sementara dia panik dengan ketidaksiapannya menyiapkan materi proposal. Dilain pihak sang promotor merasa sudah memberikan arahan topik A, namun tidak menyadari bahwa si mahasiswa tidak menguasainya. Mungkin menyadari..., tapi karena mahasiswa tersebut tidak pernah bilang dengan jujur apa yang dia mau, dia bisa, dan dia tidak bisa..., maka ya... dianggap bisa atau minimal mau mengerjakannya. Hmmmm....

Termasuk juga mahasiswa bimbingan saya. Sepertinya saat ini ada dua orang yang sedang mengalami hal ini. Saya dah berusaha seperti Peter dulu (hihihi) mengajaknya ngobrol-ngobrol, tapi tampaknya belum berhasil untuk berkomunikasi dengan mereka.

Hmmm ... jadi ingat iklan ini... "Mari ngteh.... mari bicara". Gak bawa-bawa merek tehnya..., jadi bukan iklan dong ya hehehe... Tapi cara tersebut sudah lama saya alami dengan teman-teman segrup di IfM dulu lho. Setiap pagi diusahakan minum teh bersama sekitar 20-30 menit. Tidak ada tujuan khusus membicarakan sesuatu.., tapi mereka beranggapan dengan ngteh bersama... ikatan kekeluargaan dapat lebih baik, dan tentunya... cara berkomunikasi satu dan lainnya menjadi akrab.

Mau coba....? "Mari ngteh.... mari bicara"


Labels:

2 Comments:

At 10:56 AM, Blogger Hani said...

setuju mbak, makanya wong bule khan sepertinya sebuah kewajiban dengan yang namanya morning tea dan afternoon tea...saat2 dimana mereka bisa ngobrol dari hal2 yang remeh temeh dan bisa berlanjut ke hal2 yang lebih serius. dicenter sayapun ampe wajib diketokin tiap pintu ruangan pas jam 10 pagi dan 3 sore buat ngeteh itu

komunikasi memang penting dengan siapapun :)

wah mbak...nggak ke woc ya. mas agus pake bj...huhuhu, mau dooong ikutan berlayar

 
At 4:36 AM, Anonymous Anonymous said...

MBaaak bikin facebook mbakk..ga usah main aplikasnyaa (saya juga ngga sih hehehe)

Tapi buat kasih message lebih gampang..okehh :D

 

Post a Comment

<< Home