Rejeki
Saya yakin hampir semua orang percaya dan yakin bahwa rejeki itu datangnya dari Allah. Allah telah mengatur rejeki tiap orang masing-masing, dan memberikannya ntah dengan jalan apapun, melalui siapapun terserah yang mengaturnya. Iya gak?
Pernah suatu hari di dalam S-Bahn (kereta dalam kota) saya duduk di dekat pintu kereta. Tak sadar, ada seorang bapak tersenyum ke saya. Beliau (wajah-wajah orang Timur Tengah gitu?) berdiri di dekat pintu. Karena merasa tak kenal siapa beliau, saya hanya sedikit membalas senyumnya.... *sambil mikir...siapa sih ngajak-ngajak senyum*. Sampai di stasiun tempat saya mau turun, saya melaluinya. Beliau masih tersenyum ke saya seraya berkata.... 'Assalamualaikum Schwester, sind Sie Muslim?' (Assalamualikum saudaraku... anda Muslim?). Saya jawab singkat 'Ja'. 'Woher kommen Sie?' beliau masih tanya lagi. 'Indonesia', jawaban saya masih singkat, walaupun sekarang sambil senyum, soalnya bahasa Jermannya masih pakai bahasa yang sopan. Eh... tiba-tiba beliau mengeluarkan sebuah Apel merah. 'Das ist für Sie. Ich bin auch Muslim. Assalamualaikum'... katanya sambil keluar dari kereta dan berlalu. Saya terbengong-bengong dikasih apel merah. Cuma bilang danke... dan orang itu membalas dengan senyuman.
Sampai di Institut saya masih terbengong-bengong mendapatkan sebuah apel merah dari orang tak dikenal. Hehehe... jadi kan inget cerita Putri Tidur yang tertidur lama karena diracun ama nenek sihir setelah memakan apel merahnya. Dan rasa kuatir itu ternyata ada. Sampai mas Agus datang ke ruangan saya, dan saya memberikan apel itu ke dia. 'Enak...' kata dia cuek dimakan aja si apel merah itu. 'Ah kamu sih termakan ama cerita nenek sihir' kata dia. Hahaha... mungkin benar juga. Ya... rejekinya mas Agus deh, saya yang dikasih, dia yang makan.
Lututnya terlihat sedang sakit. Berjalan ditopang dua tongkat, si cewek ini duduk di depan saya. Dengan menggunakan bahasa Indonesia... bahasa Indonesia yang baik dan benar ... dengan logat bule tentunya, dia menyapa saya.
'Anda dari Indonesia kan?' dia bertanya dan setengah mempertegas. 'Iya...' saya jawab, kali ini langsung senyum, soalnya yang ngajak ngobrol cewek sih..jadi berani deh senyum dikit.
'Saya temannya Edvin di Max Plank Institut. Kemarin saya baru dari Indonesia, there was workshop in IPB Bogor about Chemistry Atmospheric and Kebakaran Hutan', dia bercerita sambil tercampur antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Tampak sekali dia ingin berbahasa Indonesia. Duhhh baru deh ingat siapa dia. Padahal saya sudah beberapa kali bertemu di lift Institut setelah diperkenalkan oleh mas Edvin tahun lalu. Tapi karena wajah bule susah dibedakan... ya saya gak ingat lagi. Dia sempat bercerita selama 2 minggu di Indonesia, dia sempat berkunjung ke mas Edvin di BPPT dan... senang sekali dia ke pulau Krakatau. Wahhh saya aja belum pernah... :(
Tiba-tiba.... sebelum saya turun dia mengeluarkan bungkusan tisue warna hijau, dan berkata, 'Ada oleh-oleh sedikit dari Indonesia.' Dan.... aduhhh sebuah salak dan sebuah manggis.... Seneng banget. Ternyata dia mau ke dokter untuk memeriksakan lututnya. Saya cuma bilang terimakasih dan cepat sembuh ya... saat turun di halte Schlump.
Alhamdulillah.... sorenya kami makan berdua (Bilah menginap dirumah Avina, jadi gak ikutan makan). Salak dimakan mas Agus, karena waktu pulang kemarin saya sempat makan salak di Bandung. Manggis ada bunganya enam dikulitnya, berarti ada 6 isinya... bagi 3-3 deh berdua. Enak.... manis bangetttt...........
Siapa ya yang bisa bawain manggis ke sini? Hikss... pengen lagi...
Pernah suatu hari di dalam S-Bahn (kereta dalam kota) saya duduk di dekat pintu kereta. Tak sadar, ada seorang bapak tersenyum ke saya. Beliau (wajah-wajah orang Timur Tengah gitu?) berdiri di dekat pintu. Karena merasa tak kenal siapa beliau, saya hanya sedikit membalas senyumnya.... *sambil mikir...siapa sih ngajak-ngajak senyum*. Sampai di stasiun tempat saya mau turun, saya melaluinya. Beliau masih tersenyum ke saya seraya berkata.... 'Assalamualaikum Schwester, sind Sie Muslim?' (Assalamualikum saudaraku... anda Muslim?). Saya jawab singkat 'Ja'. 'Woher kommen Sie?' beliau masih tanya lagi. 'Indonesia', jawaban saya masih singkat, walaupun sekarang sambil senyum, soalnya bahasa Jermannya masih pakai bahasa yang sopan. Eh... tiba-tiba beliau mengeluarkan sebuah Apel merah. 'Das ist für Sie. Ich bin auch Muslim. Assalamualaikum'... katanya sambil keluar dari kereta dan berlalu. Saya terbengong-bengong dikasih apel merah. Cuma bilang danke... dan orang itu membalas dengan senyuman.
Sampai di Institut saya masih terbengong-bengong mendapatkan sebuah apel merah dari orang tak dikenal. Hehehe... jadi kan inget cerita Putri Tidur yang tertidur lama karena diracun ama nenek sihir setelah memakan apel merahnya. Dan rasa kuatir itu ternyata ada. Sampai mas Agus datang ke ruangan saya, dan saya memberikan apel itu ke dia. 'Enak...' kata dia cuek dimakan aja si apel merah itu. 'Ah kamu sih termakan ama cerita nenek sihir' kata dia. Hahaha... mungkin benar juga. Ya... rejekinya mas Agus deh, saya yang dikasih, dia yang makan.
--- || ---
Kemarin siang hal serupa terjadi lagi di U-Bahn (kereta bawah tanah) saat saya mau menuju Institut juga. Saya bertemu seorang cewek Jerman di dalam kereta. Saat pertama naik, dia sudah melempar senyuman ke saya. Duhhh siapa lagi nih....Lututnya terlihat sedang sakit. Berjalan ditopang dua tongkat, si cewek ini duduk di depan saya. Dengan menggunakan bahasa Indonesia... bahasa Indonesia yang baik dan benar ... dengan logat bule tentunya, dia menyapa saya.
'Anda dari Indonesia kan?' dia bertanya dan setengah mempertegas. 'Iya...' saya jawab, kali ini langsung senyum, soalnya yang ngajak ngobrol cewek sih..jadi berani deh senyum dikit.
'Saya temannya Edvin di Max Plank Institut. Kemarin saya baru dari Indonesia, there was workshop in IPB Bogor about Chemistry Atmospheric and Kebakaran Hutan', dia bercerita sambil tercampur antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Tampak sekali dia ingin berbahasa Indonesia. Duhhh baru deh ingat siapa dia. Padahal saya sudah beberapa kali bertemu di lift Institut setelah diperkenalkan oleh mas Edvin tahun lalu. Tapi karena wajah bule susah dibedakan... ya saya gak ingat lagi. Dia sempat bercerita selama 2 minggu di Indonesia, dia sempat berkunjung ke mas Edvin di BPPT dan... senang sekali dia ke pulau Krakatau. Wahhh saya aja belum pernah... :(
Tiba-tiba.... sebelum saya turun dia mengeluarkan bungkusan tisue warna hijau, dan berkata, 'Ada oleh-oleh sedikit dari Indonesia.' Dan.... aduhhh sebuah salak dan sebuah manggis.... Seneng banget. Ternyata dia mau ke dokter untuk memeriksakan lututnya. Saya cuma bilang terimakasih dan cepat sembuh ya... saat turun di halte Schlump.
Alhamdulillah.... sorenya kami makan berdua (Bilah menginap dirumah Avina, jadi gak ikutan makan). Salak dimakan mas Agus, karena waktu pulang kemarin saya sempat makan salak di Bandung. Manggis ada bunganya enam dikulitnya, berarti ada 6 isinya... bagi 3-3 deh berdua. Enak.... manis bangetttt...........
Siapa ya yang bisa bawain manggis ke sini? Hikss... pengen lagi...
6 Comments:
Duh..bacanya kok merinding gitu sih aku mbak.. Kayaknya hepi banget ketemu sama orang yg respect sama kita yah? Mana mo ngasih sesuatu yang lama kita ga nemu...
mbak. kapan hari saya bolak-balik ke sini error terus, gak bsia baca. baru hari ini bisa baca.
ntar kl ketemu sampiyan tak bawain duren, nangka, rambutan, papaya...
manggis emang muaniiisss.... hhmmm yummy... sini-sini^-^
wah di sini juga manggis termasuk buah mahal putri, sekilonya Sin$4, sekitar 25rb deh :D
tapi at least masih ada kalau emang lagi kepengen banget.. ke sini aja yuukk...
duh seneng banget ya ketemu manggis di sana.. orang di sini aja cari yg manis susah :D
Where did you find it? Interesting read acuvue daily contact lenses ativan marijuanna
Post a Comment
<< Home