Monday, May 29, 2006

Kalau jauh ....

Kalau kita jauh dan keluarga atau teman ada yang tertimpa musibah, apa yang bisa kita lakukan selain mendoakannya agar selalu dalam lindungan Allah? Ini cerita pengalaman saya berhubungan dengan mbak Rini di Yogya sejak kejadian gempa tektonik, 27 Mei 2006 hari Sabtu lalu di Yogya.

Sabtu pagi setelah gempa terjadi, sebisa mungkin saya mencari info tentang gempa dan history kejadian gempa di selatan Jawa itu. Update informasi saya kirimkan melalui sms. Ada rasa bersyukur bahwa masih bisa komunikasi walaupun cuma lewat sms. Pagi itu benar-benar pertama kali seperti mengkomando orang harus berbuat ini, siapkan itu, jaga-jaga ini itu untuk menghadapi kemungkinan gempa berikut dan persiapan menjelang malam, kemungkinan listrik padam dan persediaan makanan menipis. Sampai pukul 15.00 WIB hubungan masih bisa dilakukan. SMS terakhir hari itu pukul 11 waktu Hamburg (16 WIB) tidak lagi dapat terkirim. Mulai nih ikutan gelisah karena hubungan terputus. Setiap saat update website detik.com dan usgs.govuntuk mendapatkan informasi terbaru. Sampai malam hari saya tidak dapat menghubunginya lagi :(
Minggu pagi, kembali ada sms masuk dari mbak Rini. Kali ini meminta informasi apakah gempa susulan masih akan ada. Saya hanya bisa mengingatkan (berdasarkan studi dulu) kalau gempa susulan masih akan ada hingga seminggu atau dua minggu kemudian, tapi dengan intensitas makin kecil. Mulailah balas membalas sms berjalan hari Minggu kemarin. Dari cerita mbak Rini... isu-isu tentang gempa besar berikutnya mulai muncul, isu tsunami sudah tidak ada lagi, isu ini itu... membuat orang-orang makin ketakutan. Duhhh... kok ya ada orang yang menyebar isu dalam keadaan darurat semacam itu ya? Belum lagi orang-orang yang menyimpan bantuan makanan yang dia bagikan untuk kepentingannya sendiri, tanpa berbagi ke korban lainnya. Sampai jam 12 malam WIB mbak Rini masih menyetir mobilnya sendiri bersama beberapa orang teman membagi-bagikan nasi bungkus dari bahan makanan yang mereka punya. Miris dengar ceritanya tentang orang-orang berebut makanan yang dibagi-bagikan karena memang sangat kurang. Seharian hari Minggu itu berbalas-balasan sms, tentang rumah kontrakan dia yang walaupun tidak sampai roboh, tapi retak-retak dan seperti siap ambruk, sehingga dari smsnya ini 'aku ngungsi nang omahe Ajeng.. Mut. Kontrak ane luwih elite, bangunane ajeg hehehe' ternyata dia mengungsi juga ke rumah keponakannya yang mengontrak di daerah lain, dan tinggal bersama ibunya. Minggu malam ... tinggal ketakutan yang dihadapi, ketakutan gempa susulan, ibu dan anaknya tidak mau ditinggal sendiri, sementara dia ingin membantu tapi masih belum jernih memikirkan darimana harus dimulai.

Ntah kenapa SMS berikutnya tentang barang-barang kebutuhan korban dia kirimkan ke saya. Padahal dia pasti tahu saya tak mungkin datang membantu atau membawanya ke sana :( 'Seprei, makanan instant, air minum, pakaian.... perlu banget nang kene Mut. Darah korban, basah hujan perlu diganti'. Nah ntah gimana awalnya... tiba-tiba saya teringat seorang teman (MT) yang baru saja berkunjung ke Hamburg awal bulan Mei lalu. Saat menginap dirumah kami, MT bercerita tentang koordinasi atas nama BUMN yang dia lakukan untuk bantuan kejadian di Aceh dulu. Sempat memperlihatkan foto-foto dokumentasinya. Seketika itu juga saya kirim sms ke MT lagi, menanyakan apakah dia akan terjun juga membantu ke Yogya seperti waktu ke Aceh. Jawabannya... 'kemungkinan besok, tapi belum pasti sih. kenapa?' . Dengan sedikit mengabaikan kata kemungkinan, saya balas sms-nya ... 'Berangkat dong.., nitip tolong tengok mbak Rini, dia bilang perlu bantuannya ....ini...ini.. ini..'. Sekarang baru saya sadar... wah berarti saya nyuruh dia 'harus' berangkat ya hehehe... Tapi malam itu gak terpikir begitu sih. Cuma ingat ama mbak Rini dan sepertinya 'diantara sadar dan bingung' apa sih yang harus dilakukan. Pernah kan ngalami begitu kalau tiba-tiba terjadi sesuatu?

Alhamdulillah besoknya (Senin sore) MT benar-benar bisa ke Yogya. Saya berikan no hp masing-masing... dan koordinasi berjalan. Dari cerita mbak Rini dan MT di hari Senin dan Selasa... sudah banyak yang bisa mereka lakukan. Sampai hari ini... setiap pagi dan malam sebelum tidur (sudah pagi berikutnya... biasanya kegiatannya sampai jam 1-2 dini hari) mbak Rini masih menyempatkan diri memberi kabar ke saya. Kalau toh dia tidak sms, biasanya saya yang sms atau telpon menanyakan kabarnya. Dari ceritanya.... 'Hari ini bantuan banyak datang, tenaga banyak datang, tapi korban jauhhhhh lebih banyak daripada yang ada disini'. Suaranya terdengar lelah.... 'Duhh.. psikolognya kelelahan ya mbak' kata-kata yang bisa bikin dia sedikit tertawa.

Kira-kira apa lagi yang bisa kita lakukan kalau kita jauh dari orang yang tertimpa musibah selain mendoakan dan menyumbang secara finansial dari jauh? Bicara saja tak cukup, apa lagi di blog gini ya... Ini sekedar curahan hati sendiri saat teman menghadapi musibah dan saya jauh darinya.

== Ya Allah berikanlah kekuatan lahir dan batin bagi para korban dan juga relawan-relawannya ==

Sunday, May 28, 2006

Mbak Rini dan Gempa Yogya

Foto disamping ini diambil bulan Maret 2006 lalu, saat mbak Rini postdoc di Hamburg. Mbak Rini, teman selama ngambil S3 di Hamburg. Beliau ibu dari satu anak perempuan umur 12 tahun, Ninok, teman si Bilah juga. Lulus doktor psikologi klinis tahun 2004 dan langsung kembali ke Yogyakarta.

Saat ke Hamburg lalu, pembicaraan kami juga berkisar soal gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh. Saat itu saya sempat mengingatkannya bahwa lintasan pusat gempa di selatan Jawa memungkinkan gempa tektonik terjadi di Yogya juga. Oh ya, walaupun saya akhirnya memilih menekuni bidang oseanografi, namun saat kuliah dulu sempat juga ikut kuliah seismik tektonik. Sedikit tahu tentang kegempaan di Indonesia. Saya masih ingat mbak Rini banyak bertanya tentang hal yang terjadi di Aceh saat itu. Walaupun tidak sampai detail, sedikit banyak beliau jadi tahu.

Minggu lalu saya sempat menelponnya di kampus UGM. Mbak Rini cerita bahwa dia sedang aktif dikoordinasi 'Bahaya Merapi'. Dia mengeluh lelah.... sampai tak bisa tertawa. Saya sempat menggodanya sampai dia tertawa-tawa. "Dasar Mutiara...." dia udah tidak heran lagi kalau saya suka menggodanya sampai bisa tersenyum atau tertawa-tawa kembali. Oh ya, saat saya sendiri (sebelum keluarga ikut ke Hamburg) dengan mbak Rini dan Ninok lah, saya menghabiskan waktu untuk menjauhkan rasa kangen keluarga. Rasanya sudah seperti saudara sendiri.

Sabtu pagi tgl 27 Mei 2006 jam 4 pagi waktu Hamburg, saya terima sms dari mbak Rini. Sambil ngantuk saya baca yang isinya.... "Mut, lg wae gempa. Njuk ana berita air masuk kota. Tulung goleke info prediksine piye. Nangkene jalur komunikasi rada angel. Tak tunggu ya". Masih ngantuk... saya sempat bertanya ke mas Agus, "kok di Yogya gempa kata mbak Rini air masuk kota? Gempa dari Merapi kok ada air?" . Benar-benar saat itu otak lagi tidur, cuma dipaksa baca sms gak bisa mikir. Ingatnya sama Gunung Merapi yang sedang santer beritanya. Saya cuma balas sms-nya "Gempa? Ada air? Air dari mana maksudnya?". Tujuannya memperjelas isi sms dia tadi. Saya sempat tertidur lagi hmmm... ternyata balasan sms saya tidak sampai tujuan. Ntah refleks dari mana, saya langsung bangun, buka komputer, internet... langsung menghubunginya via telpon internet. Gagal. Langsung buka website detik.com ternyata telah terjadi gempa di kedalaman laut dekat Yogyakarta. Ohhh... baru sadar maksud mbak Rini tentang "air masuk kota" tadi adalah kemungkinan terjadinya tsunami. Rupanya isu kejadian tsunami langsung menyebar setelah terjadi gempa. Berdasarkan pengalaman waktu kejadian Aceh, segera saya buka website pemantauan seismik dunia di USGS yang sudah online menampilkan semua peta dan analisis seismik gempa tektonik.

Saya coba hubungi mbak Rini lagi via sms, kali ini berhasil walaupun harus menunggu sekitar 20-30 menit terkirim. Jadi serasa terbawa situasi, deg-degan juga. Saya sadari saat ini kondisi saya tidak panik, jadi... masih bisa berpikir tenang dan via sms saya mengingatkannya apa saja yang harus dipersiapkan saat itu, termasuk menghadapi kemungkinan gempa susulan, menyediakan bahan makanan dan lampu menghadapi kemungkinan listrik padam. Alhamdulillah sampai hari ini mbak Rini, ibunya dan anaknya semata wayang juga sehat walafiat. Kontak kami lakukan terus via sms.

Rasa ketakutan masih terus menghantui mereka. Persediaan makanan pun terbatas. Saya tidak dapat membantunya langsung, yang saya lakukan hanya memantau via internet semua keterangan dan analisis tektoniknya, serta menyarankannya melakukan sesuatu dan memberikan dukungan moril dari jauh via sms. Sore tadi sempat bisa menghubungi salah seorang teman yang akan mengunjungi Yogya besok pagi untuk membawa bantuan, saya cuma bisa nitip agar sempat menengok mbak Rini juga. Mbak Rini juga sudah membuat list barang-barang yang diperlukan warga Yogya saat ini. Sedihnya... saya hanya bisa berdoa semoga Allah melindungi mereka dan memberikan kemudahan dalam menghadapi musibah ini. Sampai saat ini hubungan langsung melalui telpon belum dapat saya lakukan. Yang sabar ya mbak....


=== Turut berduka cita atas kejadian gempa tektonik di Yogyakarta ===

Tuesday, May 23, 2006

Eis Zeit.... kurze Zeit



Musim panas... nikmatnya makan es krim ya... Eis kaffe, Bananasplit, Spagetti Eis, Spagetti Schoko Eis.... ini kami nikmati awal bulan Mei. Enak lho....

Sayangnya.... akhir bulan yang sama ini udara menjadi dingin kembali, disertai angin dan hujan. Duh.. belum puas rasanya menikmati Italian Eis. Agaknya cuaca masih berubah. Semoga Eis Zeit berikutnya.... dapat kami nikmati lagi bulan depan saat benar-benar panas di Eropa.

Avina & Bilah


Avina (10 tahun) & Bilah (9 tahun)
Wah gak terasa waktu berjalan begitu cepat ya. Mereka berdua dah terlihat besar saat dipotret di Kiel, 20 Mei 2006

Sunday, May 14, 2006

Muttertag

Muttertag... Hari Ibu
Met hari Ibu buat semua ibu, yang merasa ibu, dan akan menjadi ibu.

hmmm... tanggal 14 Mei ini diperingati sebagai Hari Ibu di Jerman. Apa ya maknanya? Kayaknya kalau dulu di Indonesia, hari ibu diperingati tanggal 22 Desember, paling yang saya lakukan ya sekedar mencium ibu.... dan berlalu. Seperti tanpa ada kesan apapun. Keterlaluan kali ya cueknya.

Beda dengan di Indonesia, setelah Bilah besar di Hamburg... seperti biasa dia mempersiapkan segala sesuatu untuk memperingatinya. Dua tahun lalu dia belikan ransel, tahun lalu dia pulang membawa bunga untuk ibunya.

Kemarin, pulang dari mesjid dia sengaja janjian dengan sang bapak nonton film ke bioskop, katanya.... 'Sabtu ini hari bapak dan anak' hehehe... Jadinya saya pulang sendiri dari mesjid, sementara mereka jalan-jalan berdua. Saat sore pulang, begitu pintu dibuka.... Bilah langsung masuk sambil teriak memeluk... 'Mama...ich liebe dich.....' sambil saya diciumi supaya tidak melihat bapaknya masuk ntah bawa apa. Hmm sebetulnya sudah mengira, pasti dia beli sesuatu untuk besok.

Pagi tadi.... bangun tidur, Bilah sudah membawa hadiahnya ke tempat tidur. Dia ingin ibunya mandi berendam hehehe... beli Badeschaum wangi mawar... hmmm tapi belum dipakai, karena ibunya males berendam hehehe...

Belum habis hadiahnya.... pagi tadi Bilah bilang pengin masak nasi goreng sendiri buat ibu. Jadi... tadi pagi ibu bebas dari dapur. Bapak dan anak masak berdua. Jadilah sarapan nasi goreng buatan mereka. Enak lho....

Masih ada lagi hadiah istimewa hari ini..... Selesai makan pagi dan siang, saya masih malas cuci piring jadi menumpuk. Setrikaan banyak juga hehe... jadi saya setrika dulu deh. Duhh ternyata anak cantik itu masih di dapur.... dan mencuci piring dan gelas-gelas. Katanya hari ini hari Ibu.... jadi semua pekerjaan ibu ingin dia kerjakan.

Jadi malu ama diri sendiri.... kenapa dulu tidak berbuat seperti itu ya ke ibu saya? Alhamdulillah sekarang punya Bilah yang so... lieb... Mungkin ini salah satu pendidikan lingkungan yang dia dapat.


--- Ich hab' dich sehr lieb ---

Thursday, May 11, 2006

Pendidikan Anak (3)

Kalau di bidang pendidikan orang bisa 'menuding guru' dijadikan kambing hitam kalau anak tidak pandai, atau tidak mendapat pengetahuan yang banyak, maka kepada siapa kita bisa menuding orang untuk dijadikan kambing hitam kalau anak kurang beragama? Yang jelas kita tidak bisa menuding kambing yang hitam toh? hehe.... Tapi kembali ke para orang tuanya sendiri. Kalau ingin anaknya punya pendidikan agama yang kuat, tentu saja orang tua perlu ekstra waktu, ekstra perhatian, dan ekstra semangat mendidik agama anak-anaknya.

Selanjutnya... Lingkungan akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan anak. Lingkungan disini adalah orang-orang di sekitar anak-anak kita, barang-barang ataupun reklame-reklame serta tontonan dan mainan anak-anak.

Kalau dulu saya masih beranggapan kita boleh berteman dengan siapa saja. Setelah membaca ini, kok jadi mikir lagi. Ternyata ada konsep berteman yang perlu saya pribadi pertimbangkan setelah membaca artikel itu, apalagi untuk anak-anak yang belum dewasa untuk memilih teman seperti Bilah.

Ada benarnya..secara kebetulan... saya ingat pengalaman Bilah. Saat 7 tahun dia mulai sholat, walaupun bacaan tidak sempurna, namun dia rutin melakukannya. Itu karena perintah Eni' (ibu saya) bahwa dia harus mulai sholat umur 7 tahun. Sebelum 7 tahun, dia selalu mengelak kalau disuruh sholat, kadang mau, kadang malas. Tapi sejak umur 7 tahun dia mau dan melakukannya rutin. Namun disuatu waktu.. dia mulai sering bertanya, 'Kenapa ya bu si A itu orang Turki, muslim juga, tapi dia gak sholat, suka makan haribo yang ada gelatinenya. Kenapa kok ibu melarang Bilah makan haribo? Kenapa Bilah harus sholat?' Saat itu dia selalu menuntut kita menjawab perbedaan yang terjadi yang dilakukan temannya yang sama-sama muslim. Jawabannya pun harus merupakan kata-kata yang bisa diterimanya dengan akal dan mengena di hati.

Lain lagi dengan adanya iklan dan tayangan di tv. Ada penelitian tentang tayangan atau iklan di tv memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan pengetahuan sex anak. Saya setuju. Sebagai orang tua, kita benar-benar diharuskan menyeleksi tayangan / iklan yang anak lihat. Saya alami sendiri menghadapi Bilah selama di Jerman ini. Kata-kata berikut tanpa sensor (hehe...) karena memang keluar langsung dari dia.

Pengalaman pertama saat Bilah 6 tahun, Bilah melihat iklan kondom yang dibentuk menjadi seekor kupu-kupu. Dia bertanya ,'Kondom itu apa sih?'. Duhhh saat dengar dia bertanya, saya bingung harus jawab apa. Dulu waktu kecil saya rasanya gak pernah nanya-nanya :D Saya jawab asal 'Lihat aja gambar apa itu?'. Dia masih penasaran tanya lagi... dan tanya lagi setiap ketemu iklan kondom yang berbeda bentuknya....duhh bingung jawabnya :( Untungnya mas Agus lebih bijak menasehati bahwa saya harus bijak menghadapi anak di negara yang serba terbuka seperti ini. Bilah disuruh ayahnya membaca sendiri (Bilah sudah bisa baca sejak umur 4-5 tahun) keterangan di iklan itu. 'Ohhh... untuk obat ya' jawabnya singkat dan alhamdulillah tidak penasaran lagi setelah membaca keterangan 'Pergunakan Kondom untuk menghindari penyakit Aids'. Saya akhirnya bisa tersenyum dan lega terhindar dari keingintahuannya yang terlalu dini ;)

Sejak di Hamburg dia mulai sering melihat orang berciuman bebas di bis, di jalan ataupun dimana-mana. Awalnya terlihat dia cukup kaget melihat hal seperti itu. Saya menjelaskan bahwa ciuman sebagai ungkapan kasih sayang diantara mereka, namun dari sisi agama islam kita baru boleh melakukannya terhadap anak/suami/istri atau muhrim kita. Alhamdulillah dia mengerti, walaupun masih banyak hal yang mungkin membuat dia penasaran.

Dulu saya pernah bertanya ke teman Jerman saya. 'Kenapa ya ada suami - istri yang sengaja berciuman didepan anak-anak mereka. Sementara anak-anaknya sengaja dibiarkan melihat begitu?' Jawaban dari teman saya itu adalah 'Anak-anak akan merasa aman dan yakin ayah-ibunya saling mencintai. Ungkapan rasa cinta antar ayah ibunya akan memberikan pengaruh cinta dihati anak-anaknya. Anak-anak justru akan menghargai arti cinta karenanya'. Hmmm.... saya coba pahami itu. Sepertinya... mungkin.... kayaknya... ada benarnya, walaupun dalam benak saya kalau ciumannya jenis ciuman nafsu ya.... gak juga ya hehehe...

Umur 8 tahun Bilah membuat kejutan pertanyaan lagi. 'Ibu, gimana sih rasanya dicium orang laki?' dia bertanya dengan cueknya. Duer... ibunya kaget hehehe... tapi karena pengalaman dengan pertanyaan keingintahuannya, saya jawab 'Coba pak.. cium Bilah. Bilah ingin dicium orang laki' saya menyuruh ayahnya untuk menciumnya. Jawaban Bilah...'Beda ibu. Coba kalau ibu yang dicium bapak, gimana rasanya? Pasti beda kalau Apak cium Bilah' hahaha... Kata-kata dia membuat kami tergelak tertawa. Sang bapak nih juga gak malu-malu langsung aja melakukan didepan anaknya... jadinya kami ciuman hehehe... Setelah itu Bilah tidak pernah lagi menanyakan gimana rasanya atau apa yang berhubungan dengan ciuman. Saya jadi ingat ungkapan teman Jerman saya tadi dan ingat kejadian bahwa orang tua sahabat Bilah bercerai dan membuat anaknya sedih sekali. Ohhh... mungkin itu yang dia ingin lihat bahwa kami saling mencintai.

Hmmm... ada banyak hal tentang pendidikan lingkungan yang harus siap kami hadapi dengan bertambahnya umur, pengetahuan, dan kepandaian Bilah. Banyak hal yang harus kami persiapkan pula. Semoga Allah memberikan kekuatan iman lahir dan batin bagi dia.

Ada kejadian lagi saat dia berumur 9 tahun ini. Tapi belum bisa diungkapkan karena terlalu vulgar. Nanti blog ini diblokir karena terlalu porno hahaha... apalagi ada Undang-undang baru hehehe... Namun disadari atau tidak, terbuka atau tidak seorang anak, percaya deh pengaruh lingkungan sangat besar terjadi pada mereka. Bukan cuma di negara yang jelas-jelas terbuka seperti Jerman ini, namun juga di negara-negara seperti Indonesia sekalipun.

Menurut saya peranan orang tua sangat diperlukan dan merupakan kunci dalam pendidikan lingkungan anak. Ada yang mau sharring ...?

Monday, May 08, 2006

Pendidikan Anak (2)

Tertunda agak lama nih postingan berikutnya. Minggu lalu ada tamu dari Jakarta, jadi ya... jalan-jalan dulu :D

Di bagian (1) yang lalu, pendidikan yang saya ungkapkan adalah pendidikan yang berkaitan dengan sekolah, di bagian ini saya ingin menceritakan mengenai pendidikan agama bagi anak, berdasarkan yang kami alami bersama Bilah (sampai 9 tahun saat ini).

Kalau di Indonesia anak-anak sejak kecil sudah diberi pendidikan agama, baik dari orang tua, ataupun sekolah, maupun lingkungannya. Walaupun tidak semua orang langsung menerima 'pendidikan agama' ini, namun saya yakin semua orang di Indonesia sejak kecil sudah diberikan aturan / tata cara keagamaan ini. Yang islam... sejak kecil anak-anak sudah diajarkan sholat, mengaji, dibawa ke mesjid, dan sebagainya. Demikian juga yang Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha sesuai ajarannya masing-masing. Tidak heran lagi kalau anak-anak kecil umur 4-5 tahun sudah bisa menghafalkan ayat-ayat pendek Al Quran. Atau dengan bangga orang tuanya menunjukkan anaknya sudah bisa sholat, hafal surat-surat, lancar mengaji dan baca Al Quran. Selain di sekolah, anak-anak di Indonesia bisa datang ke mesjid kapan saja, atau kursus ngaji dirumah, atau di mesjid dan langgar-langgar dekat rumah. Adzan pun berkumandang setiap waktu sholat, mengingatkan kita semua.

Bagaimana dengan anak-anak di Jerman? Dilihat dari lingkungan yang katakan mempunyai pandangan yang berbeda soal kehidupan, maka agama adalah nomor sekian dan merupakan hak privat dari setiap orang. Tidak heran kalau saat anak-anak tidak ada keharusan untuk belajar beragama. Di sekolah pun Bilah baru mendapat pelajaran Religion saat kelas 3 SD saat ini, itu pun pelajaran agama secara umum. Mengapa ada agama, siapa nabi Adam, ada agama apa saja di dunia, bagaimana ajaran umumnya dan lain-lain... Peran orang tua dituntut kuat kalau memang ingin memiliki anak-anak yang punya bekal agama sejak kecil. Apalagi urusan sholat.... hmmm... mendengar adzan dari komputer adalah salah satu cara kami yang rindu akan suara adzan.

Di Hamburg kami memiliki mesjid Indonesia (IIC). Setiap hari Sabtu, kami menerima anak-anak muslim yang ingi belajar tentang islam. Anak-anak mulai dari umur 4 tahun hingga remaja 15-16 tahun, dikelompokan menjadi 4 grup: TKA untuk anak 4-8 tahun; TPA untuk anak 8-12 tahun yang baru belajar dan TPA untuk anak 8-12 tahun yang sudah dapat membaca Al Quran; serta Kelompok Remaja 13-16 tahun. Dengan 4 grup masing-masing masih dibagi lagi menjadi kelompok putra dan putri kecuali TKA. Dengan 7 kelas yang rata-rata 5-10 anak santrinya, sebenarnya secara teoritis ideal untuk mengajar. Namun...sayangnya tidak semudah teori ideal. Motifasi pertama anak-anak ke mesjid hanya ingin bertemu dengan teman-teman Indonesia lainnya. Mungkin ada positifnya juga untuk berinteraksi. Namun akhirnya jadi ajang bermain hehe... walaupun ya belajar juga. Tapi rasanya dari 2 jam waktu dimesjid seminggu sekali, saya yakin anak-anak itu hanya menyerap yang 15 menit, sisanya hanya bermain... dan bermain. Dari sisi orang tua, anak-anak hanya belajar saat mereka ke Mesjid, seperti 'tidak ada keharusan' (walaupun tidak semuanya) selanjutnya untuk belajar di rumah. Orang tua mereka sepertinya menyerahkan sepenuhnya pada guru-guru di mesjid. Padahal ibu-ibu yang mengajar pun bukan guru agama seperti guru di sekolah Indonesia. Pengajarnya selain mahasiswa, juga ibu-ibu rumah tangga biasa yang kemungkinan sehari-hari penuh dengan kegiatan lainnya, sehingga dari sisi materi kesulitan mencarinya, kadang kesulitan penyampaiannya, dan sebagainya. Seperti memberi sesuatu yang rasanya...hanya setetes buat anak-anak. Jangan heran kalau anak didik kami cuma bisa membaca buku Iqra' saat kelas 4 SD, dengan hanya hafal 1-2 bacaan surat-surat pendek. Walaupun demikian... alhamdulillah sampai saat ini masih lancar berjalan kegiatan ini. Semoga yang hanya setetes ini dapat menyegarkan iman anak-anak kami di Hamburg ini. Foto-foto kegiatan di mesjid bisa dilihat di sini.

Kalau di luar negeri ada 'kemudahan' dan murahnya sekolah, namun sebagai orang tua kita wajib menjaga dan mendidik sendiri iman dan agama anak-anak kita. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kami, orang tua, dan guru-gurunya.

( ... Insya Allah berlanjut lagi tentang pendidikan lingkungan ... )

Sunday, May 07, 2006

SAKURA

Beberapa minggu belakangan ini sibuk.. deuhh.. kapan gak sibuknya? hehehe... Jadinya malas update blog-blog. Sejak rabu kemarin malah ada tamu dari Jakarta menginap dirumah kami. Jadinya... saya mengambil cuti 2 hari dan khusus jalan-jalan di Hamburg bersamanya. Temen 'boss' yang satu ini khusus mampir ke Hamburg diantara perjalanan dinasnya ke Eropa.

Dalam rangka jalan-jalan kami bersamanya di Hamburg, saya sempat melihat beberapa bunga Sakura yang sedang berbunga di Hamburg. Bunga Sakura ini terkenal di Jepang, namun tanaman yang ada menjelang musim semi dan bunganya hanya dapat dinikmati beberapa hari ini ternyata banyak juga di Hamburg. Walaupun tidak terlalu banyak macam dan warnanya seperti di Jepang sana, namun cukup indah juga dinikmati di musim semi ini.

Karena musim semi tahun ini 'agak terlambat' datang, bahkan termasuk singkat beberapa minggu saja, moment untuk mengambil foto-fotonya bunganya pun sedikit sekali waktunya. Foto-foto ini diambil di beberapa tempat di Hamburg ini, misalnya yang ada di depan rumah kami, ditepi jalan Veddelerbrücken Strasse dekat rumah kami, di Kleiner Pulverweg depan mesjid Indonesia, di taman belakang Eiscafe Grindel, di tepi Alster dekat Kennedy Brücke dan di jalan Lindenstr arah Berliner Tor.



















Tuesday, May 02, 2006

Pendidikan Anak (1)

Hari ini, 2 Mei 2006 di Indonesia diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Minggu depan tanggal 14 Mei tepatnya... di Jerman diperingati sebagai Hari Ibu. Sedikit cerita dari pengalaman sebagai anak dulu, sebagai ibu dan pendidik sekarang.

Dulu sebagai anak... hari Pendidikan Nasional adalah hari dimana saya harus upacara. Pernah sekali waktu kelas 5 dan 6 SD saya ikut mewakili sekolah untuk senam masal yang diikuti wakil dari seluruh sekolah dasar di Kabupaten Jombang. Masih terbayang banyaknya anak-anak memenuhi sealun-alun Jombang. Ribut? pasti.. !!!! namanya juga anak-anak... lari sana sini, ingin minum, capek, panas.... mewarnai hari-hari latihan itu. Senamnya bagus, kompak dan bisa dikatakan sukses. Karena sukses itu 2 tahun berturut-turut diadakan senam masal dalam rangka HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2 Mei.

Sekarang... saya cuma bisa mengenangnya. Acungan jempol (4 jempol kalau bisa... hehehe...) buat penata senam masal itu. HEBAT!!! Mengkoordinasi anak-anak sebanyak itu... saya yakin saya sendiri tidak akan mampu. Sebegitu sabarnya para guru mengajari dan mengkompakkan pelajar SD yang satu dengan yang lain, membuat kami saling mengenal satu dan lain, hingga suksesnya acara tersebut.

Ntah bagaimana sekarang hari Pendidikan Nasional diperingati. Sebagai ibu, saya merasa mendidik anak jauh lebih punyeng daripada bikin program numerik :D Dunia modelling yang saya tekuni hingga sampai lulus Doktor sekalipun rasanya masih bisa saya atur sedemikian rupa hingga akhirnya berhasil. Mendidik anak? Duhhh.... Pernah (jujur dengan sedikit menyesal hehe...) saya bertanya pada diri sendiri, untuk apa ya saya sekolah tinggi-tinggi tapi ternyata tidak bisa mendidik anak? Tapi alhamdulillah pertanyaan itu terjawab sendirinya dan saya bersyukur bisa sekolah tinggi untuk mendampingi anak juga dikemudian hari.

Mendidik anak kadang bikin deg-degan sendiri, tidak semudah diatur begitu saja. Kadang dia membanggakan kita, kadang dia bisa membuat miris kita. Di usianya yang ke-6, Bilah menginjakan kakinya ke Jerman. Di negara yang begitu terbuka ini banyak hal yang makin membuat kami ekstra ketat mendidik anak, namun di bagian lain ekstra locker (gampang ditangani).

Sekolah bukan masalah di Jerman. Setiap anak harus bersekolah. Saat itu sekolah gratis untuk anak-anak. Bahkan saat kelas 1 dan 2, buku dan alat tulis pun diberikan gratis, meski beberapa peralatan masih harus dibeli sendiri. Tahun berganti, kelas 3 SD, sistem pendidikan dan perekonomian di Jerman pun mengalami perubahan. Untuk anak-anak kelas 1-4 di Hamburg wajib membayar buku sebesar 50euro/tahun (sekitar 500ribu rupiah) untuk buku pelajaran dan buku-buku latihan, 80euro/tahun untuk kelas 5-8, dan 100euro/tahun untuk kelas 9-12. Tidak ada pungutan lainnya. Walaupun banyak orang Jerman 'menggerutu' soal ini, bagi kami sendiri masih merasa bersyukur, begitu murahnya pendidikan kalau dibandingkan di Indonesia.

Saat Dika (anak kakak saya di Jakarta) mau masuk ke SD Al Azhar mereka harus membayar biaya masuk 12 juta rupiah... belum termasuk buku pelajaran dan lainnya. Itu kalau mau bagus (katanya....), bagaimana kalau sekolah biasa di SD negeri? Dulu Bilah sekolah di SD Negri Merdeka 5. SPPnya 35ribu/bulan, ditambah 350ribu uang bangunan. Belum termasuk uang buku pelajaran dan alat tulisnya. Ditambah lagi... setiap mau ulangan ada aja tarikan sekian ribu, sekian puluh ribu, dsb... untuk foto copy, untuk kertas ini, itu... Hmmm...

Belum lagi soal materi dan metode penyampaian materi oleh sang guru. Ntah kenapa rasanya anak lebih mudah menerima ilmu dari ibu gurunya di sini? Sampai saat ini saya masih mengamati terus bagaimana sistem penyampaian pendidikan anak itu khususnya untuk anak-anak setingkat sekolah dasar. Insya Allah sebagai ajang perbandingan nantinya di Indonesia, walaupun saya bukan guru sekolah dasar.

Buat Bilah.... rasanya 'santai' aja dia mengikuti semua pelajarannya. Dan ilmu yang didapat tidak hanya soal matematika dan bahasa, tapi juga ilmu kesehari-harian seperti yang paling sederhana memasak, merajut, sampai hal-hal kecil misalnya sayuran apa yang disimpan di lemari es dan mana yang tidak, mengapa disimpan disana, bahan apa yang ada di dalam makanan ini dan itu. Seorang anak teman saya saat disuruh ibunya memasukan belanjaannya memasukan semua barang ke freezer tanpa melihat apa itu daging atau sayuran... alhasil paprika membusuk ketika dikeluarkan dari freezer.... hehehe... Kalau saya tertawa, karena saya yakin tidak ada pelajaran soal itu di Indonesia. Saya juga tahunya dari berjalannya waktu, melihat pengalaman orang, dsb... bukan seperti Bilah yang sudah dijelaskan sedetail mungkin mengenai itu.

( ---- tertunda ya... dilanjutkan kemudian ----- )